PADANG, – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat (Sumbar), Gusrizal Gazahar menyorot isu hegemoni budaya pada logo label halal baru dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag).
“Desain logo terlalu kental menampilkan simbol satu budaya di tengah keragaman bangsa Indonesia, ” ujarnya kepada wartawan, Minggu (13/3/2022).
Gusrizal menilai, kehadiran logo baru tersebut kontradiktif dengan kampanye keberagaman yang digembar-gemborkan oleh Kemenag.
“Saya melihat Kemenag dengan menterinya yang sekarang semakin jauh dari menumbuhkan rasa kebersamaan dalam kehidupan berbangsa, ” jelasnya.
Ia juga menyayangkan proses pembuatan logo yang tidak sesuai dengan rancangan bersama antara pihak MUI dengan BPJPH sehingga terkesan menimbulkan kesan monopoli.
“Yang ditampilkan bukan yang telah dirancang bersama tersebut, ” tutur dia.
Logo baru halal, lanjut Gusrizal, juga bermasalah dari sisi penulisan khath-nya.
“Bisa saja diplesetkan bacaannya menjadi haram bukannya halal karena adanya kemungkinan huruf terakhir dilihat seperti huruf “mim’ terbalik, ” paparnya.
Baca juga:
Ilham Bintang: Ya Allah, Menteri Agama
|
Gusrizal berharap Menteri Agama (Menag) tidak memandang remeh persoalan tersebut.
“Buatlah suatu simbol yang merangkum kebersamaan agar ia menjadi perekat keragaman. Ini saya sampaikan karena masalah ini tak boleh dipandang sebatas kewenangan dan kepentingan, tapi juga harus dilihat dari sisi kebutuhan umat, ” jelas dia.
Baca juga:
Dini Hari, Melepas Teman Berhaji
|
Terkait sertifikasi halal, Gusrizal mengatakan bahwa sesuai amanat undang-undang Kemenag melalui BPJPH bukan pengelola tunggal, melainkan sebagai regulator dan bukan eksekutor satu-satunya.
“Ada banyak unsur yang harus berkolaborasi. Ada Lembaga Pemeriksa Halal. (LPH) dan juga ada MUI melalui Komisi Fatwa yang menetapkan kehalalan suatu produk setelah diaudit, ” ujarnya.
Logo halal yang baru saja dirilis BPJPH Kemenag memang ramai disorot terutama soal desain yang terlihat seperti wayang yang kental dengan budaya Jawa. Kemudian, tulisan halal juga seperti tersamarkan dan sulit dibaca. Begitu juga warna ungu yang dinilai bakal sulit ditempel di semua produk.
Padahal, logo produk halal itu utamanya untuk penanda dan mudah dilihat ketika mengecek sebuah produk. Ada yang membandingkan logo halal Indonesia dengan logo halal negara-negara tertangga. Dan logo halal Indonesia dinilai terlalu “memaksakan” desain. (**)